Wednesday, 31 December 2014

Markonah dan Uang Lima Ribuan


Markonah menemukan uang lima ribuan. Pas waktu itu di kantongnya hanya tinggal uang lima ribu. Jadi sekarang uang Markonah ada sepuluh ribu. Markonah bingung. Ini uang siapa? Haruskah aku bertanya? Pikirnya. Kalau aku harus bertanya, pada siapa? Tak ada orang di situ. Tak ada juga yang melihat kala Markonah memasukkan uang itu ke sakunya. Ke rumput yang bergoyang? Ah, itu cuma lagu.

Markonah melirik kiri dan kanan. Betul, tak ada orang. Hanya tampak tukang ojek dan tukang tambal ban nun jauh di sana. Tak mungkin mereka melihatku memungut uang itu, pikir Markonah. Ah sudahlah! Pikirnya lagi. Gunakan saja uang ini untuk hal-hal yang baik, pikiran Markonah berlanjut. Markonah lanjut berjalan.

Markonah tidak tahu. Ada dua malaikat yang melihat Markonah. Kedua malaikat tampak tersenyum melihat Markonah yang kebingungan. Kedua malaikat mengangguk-angguk. Tak ada suara di antara mereka. Tampaknya mereka berkomunikasi, namun hanya mereka yang tahu. Kalau istilahnya benar, berarti mereka berkomunikasi dengan telepati. Telepati? Nggak taulah. Belum pernah jadi malaikat soalnya.

Setelah saling tersenyum, salah satu malaikat menghilang. Tiba-tiba wujudnya tampak seperti manusia. Menjadi seorang anak lelaki berkaki buntung. Anak itu ada di balik pohon. Menampakkan dirinya kepada Markonah.
“Mbak, minta Mbak..” anak itu memelas ke Markonah. Tangannya teracung dengan posisi meminta. Markonah teringat uang lima ribunya tadi. Haruskah kuberikan pada anak ini? Pikir Markonah. Tiba-tiba Markonah mendapat ide. Dirinya punya uang lima ribu sebelum menemukan uang lima ribu lagi. Uang lima ribu Markonah terdiri dari uang seribuan 2 lembar dan uang dua ribuan satu lembar. Benarkah lima ribu? Coba kita hitung sama-sama. Satu lembar uang dua ribuan dan 2 lembar uang seribuan. Berarti ada empat ribu. Bukan lima ribu. Oh ternyata uang seribunya ada 3 lembar.

Di rogoh Markonah uang seribuan itu. Diberikannya pada bocah tadi. Bocah itu tersenyum. Markonah melanjutkan perjalanan. Uangnya tinggal empat ribu. Benarkah empat ribu? Tunggu dulu, tadi Markonah menemukan uang berapa? Lima ribu. Sementara Markonah sebelumnya sudah punya uang lima ribu. Diberikan ke bocah tadi seribu. Berarti uang Markonah tinggal berapa? Betul! Sembilan ribu.

Kedua malaikat kembali berkumpul. Malaikat yang tadi menjadi bocah sudah kembali ke wujudnya sebagai malaikat. Tampak berkomunikasi, keduanya hanya tersenyum. Markonah tak tahu kalau dia sedang diamati. Markonah berjalan, tiba-tiba dia berhenti. Seorang lelaki tua tampak berjalan menuju Markonah. Pandangannya layu. Seperti tak punya harapan. Lelaki tua itu menatap Markonah. Markonah menatapnya balik.
“Kenapa Pak?” tanya Markonah. Laki-laki tua itu tampak ingin menjawab. “Ah.. ah..” hanya suara itu yang keluar sambil tangannya memeragakan orang yang sedang makan. Rupanya dia bisu. Jari-jarinya menguncup mengarah ke mulut. Rupanya lelaki tua bisu itu belum makan seharian. Markonah meraba kantongnya. Dirogohnya sakunya. Ditariknya selembar uang. Uang dua ribuan. Diberikannya pada lelaki tua tadi. Lelaki tua itu tampak sumringah. Lelaki tua itu pun berlalu meninggalkan Markonah.

Nah, berapa uang Markonah sekarang? Mari kita hitung bersama. Markonah menemukan uang lima ribuan. Sebelumnya Markonah sudah punya uang lima ribu yang terdiri dari uang dua ribu satu lembar dan uang seribuan sebanyak tiga lembar. Seribu diberikan Markonah pada bocah dengan kaki buntung tadi. Uang selembaran dua ribu barusan diberikannya pada lelaki tua yang belum makan tadi. Berarti tinggal berapa uang Markonah? Wuih pusing… Yup betul, uang Markonah tinggal tujuh ribu.

Lelaki tua tadi menghilang. Wujudnya berubah kembali menjadi malaikat. Rupanya kedua malaikat tadi sudah sama-sama berubah. Yang satu tadi berubah menjadi bocah kecil berkaki buntung, sementara satu malaikat lagi tadi berubah menjadi seorang lelaki tua bisu yang belum makan. Keduanya kembali tampak berkomunikasi. Tak ada suara. Hanya telepati.

Hari sudah beranjak siang. Panas yang terik membuat Markonah kehausan. Tak hanya haus, Markonah juga lapar. Tapi uangnya tinggal tujuh ribu. Bisa beli apa dengan uang tujuh ribu? Markonah menghela nafas. Di depan tampak warung makan. Ada menu nasi campur dan es teh manis. Lumayan murah, hanya lima ribu sudah dapat keduanya. Dapat nasi campur dan dapat es teh manis. Markonah duduk di kursi warung. Dipesannya menu itu. Markonah makan dan minum. Lega. Lapar hilang demikian pula dahaga. Markonah membayar makan dan minumnya. Uang lima ribuan yang ditemukan tadi diserahkannya. Tinggal berapa uang Markonah?
Duh, hitung lagi deh! Jadi begini, awalnya Markonah sudah punya lima ribu. Kemudian dia menemukan selembaran lima ribuan. Jadi sepuluh ribu. Sudah terpakai seribu untuk bocah berkaki buntung. Dua ribu untuk lelaki tua bisu yang belum makan. Lima ribu untuk makan nasi campur dan minum es teh manis. Berarti uang Markonah tinggal lima ribu. Benarkah? Salah! Uang Markonah sekarang tinggal dua ribu. Dua ribu yang terdiri dari dua lembar uang seribuan. Di raba Markonah uang itu. Dia kembali berjalan.

Kedua malaikat sekarang sudah berubah lagi. Menjadi seorang ibu dan seorang anak kecil. Keduanya baru turun dari angkot. Sang ibu tampak kebingungan. Melihat kiri-kanan dan meraba-raba kantongnya. Tasnya pun di bongkar. Tapi tetap saja dompet itu tak tampak. Rupanya ibu itu habis kecopetan. Dia bingung, dompetnya hilang.
“Kenapa Bu?” tanya Markonah.
“Ini lho Mbak, saya habis kecopetan. Padahal masih harus naik angkot sekali lagi Mbak. Mana uang tinggal seribu Mbak. Perlu uang dua ribu lagi Mbak” jawab si ibu. Rupanya ongkos angkot dua ribu seorang. Anak kecil di pangku jadi hanya bayar seribu. Total yang harus di bayar empat ribu. Si ibu hanya punya seribu.
Markonah meraba kantongnya. Ditariknya uang seribuan dua lembar yang sisa tadi. Diberikannya ke si ibu.
“Terimakasih Mbak. Mudah-mudahan Mbaknya dimurahkan rejekinya ya..” Ibu itu tersenyum. Sebuah angkot kosong datang. Ibu itu naik bersama anaknya. Markonah kembali berjalan. Tak dilihatnya kalau angkot itu perlahan-lahan menghilang.

Markonah merasa senang. Uang yang ditemukannya bisa digunakan untuk membantu banyak orang. Membantu bocah berkaki buntung. Membantu lelaki tua yang belum makan. Membantu seorang ibu dan anaknya yang habis kecopetan dengan memberikan tambahan uang angkot. Markonah lega. Uang itu dipakai untuk kebaikan. Markonah berjalan pulang.
Kedua malaikat tampak berkomunikasi. Tapi kali ini dengan senyum. Lalu keduanya mengangguk-angguk. Keduanya pun menghilang.

Markonah melintas di sebuah gang sepi. Gang itu menuju rumahnya. Masih lega perasaan Markonah. Membantu banyak orang dengan berbuat kebajikan. Rumahnya sudah tampak. Markonah berjalan cepat-cepat. Hari sudah mulai mendung setelah seharian panas. Tiba-tiba kakinya menyentuh sesuatu. Di lirik Markonah ke bawah. Markonah kaget bercampur bingung. Di depan kakinya kini tampak uang lima ribuan. Bukan hanya satu tapi dua lembar.

Markonah menghela nafas panjang. Mau diapakan lagi uang ini? Pikirnya. Samar-samar tampak kedua malaikat tadi. Kali ini kedua malaikat itu tampak tertawa.

Membuat cerpen ini (Markonah dan Uang Lima Ribuan) merupakan pengalaman seru. Tidak hanya menuliskan atau mengetikkan saja tetapi juga harus berhitung. Kalau salah hitung nanti pembaca bisa protes.
 
 
http://goo.gl/bohHSm

MENYIKAPI ERA DAN KEBUTUHAN INFORMASI
02 Oktober 2007 – 12:10   (Diposting oleh: Editor)

“We are drowning in information and starved for knowledge. – Kita tenggelam dalam informasi dan haus akan ilmu pengetahuan,” ~ Anonymous
Di zaman yang penuh gerak ini, perubahan dapat terjadi dalam waktu sangat cepat. Informasi menjadi sesuatu yang sangat penting. Tanpa informasi, berupa data, info atau pengetahuan dan lain sebagainya sesuai dengan kebutuhan masing-masing, maka kita akan kesulitan menentukan keputusan paling tepat. “As a rule, he or she who has the most information will have the greatest success in life. – Sudah menjadi aturan main, siapapun yang mempunyai informasi terbanyak akan mencapai kesuksesan besar dalam hidupnya,” kata Benjamin Disraeli.

Karena itu informasi terus diburu sebagai upaya menciptakan solusi. Saya pun selalu berusaha mendapatkan informasi terbaru dalam hampir setiap aktivitas yang saya lakukan. Contohnya dalam aktivitas berolah raga di atas treadmill di sebuah pusat kebugaran. Saat itu di depan saya terpampang 10 buah televisi yang menyiarkan program tayangan dari 6 channel televisi Indonesia. Selama ini saya memperhatikan tayangan televisi lokal kurang berkualitas. Saya sangat prihatin karena mayoritas tayangan-tayangan tersebut tidak bersifat mendidik, tidak memberikan inspirasi yang mencerahkan paradigma berpikir dan berperilaku.

Contohnya banyak sekali tayangan sinetron yang tidak layak untuk dikonsumsi terus menerus, karena sering menampilkan konflik, kekerasan dan gaya hidup serba mewah dan lain sebagainya yang tidak bersifat menyejukkan dan memotivasi. Jelas tayangan-tayangan tersebut tak hanya dikonsumsi orang dewasa, melainkan anak-anak dan remaja. Lalu bagaimana dengan nasib generasi muda kita?

 ... baca selengkapnya di :  http://goo.gl/nwt6Pn

Domba
Pada waktu lampau jauh sebelum Abraham, di suatu daerah berdiri sebuah kerajaan. Raja memerintah dengan sangat baik. Rakyatnya makmur dan bahagia. Setiap hari raja dan rakyat berkumpul dan pesta bersama. Sungguh suatu kerajaan indah tanpa dukacita.

Raja mempunyai putra, pangeran ini penuh dengan rasa ingin tahu. Dia berpikir adakah yg lebih baik dari yang selama ini dia rasakan? Adakah sesuatu yang lebih indah dari kerajaannya? Pangeran ini makin hari rasa ingin tahunya semakin besar, hingga suatu hari dia memutuskan untuk mencari jawaban atas ingin tahunya itu. Dia mengutarakan keinginannya kepada ayahnya, dia tetap tidak percaya ketika ayahnya berkata Kerajaan inilah yang terbaik. Karena sang Raja sangat sayang kepada putranya ini, maka diijinkanlah dia untuk pergi mencari jawaban atas pertanyaannya. Dibekalinya sang anak dengan uang yang berlimpah, dan apapun yang ingin dibawa oleh anaknya. Kepergian sang pangeran ini membuat sedih sang Raja dan seluruh rakyat, tetapi apa boleh buat sang pangeran tetap pada keyakinannya untuk pergi mencari hal yang lebih baik.

Sang Pangeran akhirnya pergi meninggalkan kerajaannya, dia pergi ke kota sebelah. Di sana dia melihat keadaan yang hampir sama dengan kerajaannya. Rakyat di sana juga bahagia dan makmur, tetapi dia merasa ada yang kurang. Rakyat di sana tidak tahu siapa raja mereka, dan bagaimana rupanya. Mereka tidak mengenal raja mereka sendiri. Pangeran merasa kerajaannya masih lebih baik dan diapun kembali meneruskan perjalanannya.

Semakin jauh dia meninggalkan kerajaannya, hal yang dilihat adalah semakin buruk. Orang-orang semakin murung, malas, dan tidak ada gairah hidup. Dalam hatinya dia mulai merasa bahwa perkataan ayahnya adalah benar. Akhirnya sampailah dia di sebuah kota yang sepi. Penduduknya semua bermuka muram dan penuh rasa curiga. Dia mulai merasa putus asa dan ingin segera kembali ke kerajaannya. Dia merasa perjalanannya sebulan ini sia-sia saja. Dalam keletihannya dia menemukan sebuah penginapan dan memutuskan untuk tinggal di sana sehari dan kembali ke kerajaannya esok hari.

Di dalam penginapan itu, dia bertemu dengan seseorang yang terlihat sangat gembira. Sangat mencolok sekali dibandingkan kebanyakan orang yang ada di kota itu. Pangeran merasa keheranan, bagaimana dia terlihat begitu gembira dalam semua kemurungan yang ada di kota ini? Dia mulai mendekati pemuda itu dan berbincang-bincang dengannya. Mereka mulai saling menceritakan diri mereka masing-masing dan mengapa ada di kota ini. Pangeran juga menceritakan tujuan dari perjalanannya selama ini untuk mencari sesuatu yang lebih dari yang ada di kerajaannya, tetapi sampai saat ini belum juga menemukannya dan akan kembali ke kerajaannya esok hari. Pemuda itu ternyata berasal dari arah yang berlawanan dari kerajaan sang Pangeran. Dia menceritakan bahwa di tempatnya semua orang merasa gembira dan tidak ada kesedihan, itulah mengapa dia terlihat selalu tampak gembira. Dan kepergian pemuda itu untuk mencari teman baru dan mengajak orang untuk tinggal di kotanya.

Pangeran tertarik dengan cerita pemuda itu tentang kotanya, dia merasa tempat itulah yang selama ini ia cari. Dia merasa sangat beruntung di saat dia sudah mulai putus asa dan ingin kembali, ada pemuda itu yang memberikan secercah harapan atas pencariannya selama ini. Pangeran itu menyatakan keinginnannya untuk melihat kota pemuda itu. Dan tentu saja pemuda itu menyanggupinya. Keesokan harinya mereka mulai perjalanannya menuju kota pemuda itu.

... baca selengkapnya di : http://goo.gl/9Ev7IL

Share this

Tag : , ,

0 Comment to "Markonah dan Uang Lima Ribuan"

Post a Comment