14 Februari 2006
Dua minggu yang lalu pesawat yang ditumpangi Arga telah dinyatakan hilang, hingga hari ini pesawat yang ditumpangi Arga belum ditemukan. Arga adalah suamiku, kami menikah sekitar tiga bulan yang lalu. Saya mulai pasrah menerima keadaan ini. Beberapa kerabat sering datang ke rumah untuk memberi dukungan doa dan penguatan.
Kupandangi seikat bunga layu di dekat foto Arga. Bunga layu itu adalah hadiah valentine dari Arga untukku setahun yang lalu. Sekalipun Arga bukan sosok yang romantis, ia sering memberi kejutan-kejutan kecil kepadaku. Memberi bunga padaku saat Valentine adalah salah satu hal wajib bagi dia.
Hari ini sebenarnya adalah Valentine pertama bagi pernikahan kami. tapi Arga malah ?pergi? meninggalkan aku.
...
?Permisi..? kudengar suara orang mengetuk pintu. Segera aku menuju pintu dan membukanya.
?Apakah ini rumah Ibu Arga ?? tanya orang itu.
?Ya saya sendiri.? Jawabku
?Ini bu.. cuma mau mengantar kiriman bunga dari Bapak Arga.? Katanya sambil menyodorkan seikat Bunga Mawar yang sangat indah. Aku baca tulisan di kertas kecil, terdapat tulisan ?Semoga aku mencintaimu lebih lagi di tahun ini.. (Arga)?
Aku menerimanya sambil melongo?
?Tapi.. tapi.. Bapak Arga telah hilang ..dan mungkin telah tewas dalam sebuah kecelakaan pesawat beberapa waktu lalu.. ? Kataku pada pengantar bunga itu setengah tidak percaya.
?Lho kok bisa ?? kata pengantar bunga itu. Kemudian dia mengambil HP dari saku dan menelepon atasannya. Mungkin dia ingin memastikan bahwa itu bukan bunga salah alamat atau kiriman orang iseng.
Agak lama dia menelepon. Aku juga tidak begitu jelas mendengar percakapannya dengan atasannya.
?Begini bu, ini memang benar-benar bunga dari Bapak Arga.? Pengantar bunga itu akhirnya berkata, ?Bapak Arga sendiri yang memesan bunga ini sekitar tiga bulan yang lalu, dan dia ingin agar bunga-bunga ini di antar pada tanggal 14 Februari?
Dia melanjutkan, ?Bapak Arga telah memesan sepuluh ikat bunga kepada kami, dia ingin kami mengantarkannya kepada anda setiap tahun pada tanggal 14 Februari, hingga 10 tahun ke depan. Bapak Arga juga telah menulis 10 kartu ucapan dengan kalimat-kalimat yang berbeda untuk diselipkan dalam setiap ikatan bunga pesanannya.?
Tiga bulan yang lalu.. setahuku itu adalah bulan saat kami menikah.
...
14 Februari 2007
Hari ini bunga mawar itu dikirim lagi oleh pengantar bunga itu. Aku tersenyum saat pengantar bunga itu menyodorkan bunga itu kepadaku.
Setelah meletakkannya di dekat foto mendiang suamiku, aku potong salah satu bunga itu, dan memegangkannya ke tangan mungil anak pertamaku. Bayi kecil lucu itu, yang mewarnai hari-hari indahku akhir-akhir ini.
?Ini nak.. ada bunga dari Bapak..? kataku lirih.
Aku sengaja memberinya nama ?Arga Samudra? ? sama persis dengan nama bapaknya, agar kelak dia punya kekuatan untuk mencintai, setulus bapaknya.
Dua minggu yang lalu pesawat yang ditumpangi Arga telah dinyatakan hilang, hingga hari ini pesawat yang ditumpangi Arga belum ditemukan. Arga adalah suamiku, kami menikah sekitar tiga bulan yang lalu. Saya mulai pasrah menerima keadaan ini. Beberapa kerabat sering datang ke rumah untuk memberi dukungan doa dan penguatan.
Kupandangi seikat bunga layu di dekat foto Arga. Bunga layu itu adalah hadiah valentine dari Arga untukku setahun yang lalu. Sekalipun Arga bukan sosok yang romantis, ia sering memberi kejutan-kejutan kecil kepadaku. Memberi bunga padaku saat Valentine adalah salah satu hal wajib bagi dia.
Hari ini sebenarnya adalah Valentine pertama bagi pernikahan kami. tapi Arga malah ?pergi? meninggalkan aku.
...
?Permisi..? kudengar suara orang mengetuk pintu. Segera aku menuju pintu dan membukanya.
?Apakah ini rumah Ibu Arga ?? tanya orang itu.
?Ya saya sendiri.? Jawabku
?Ini bu.. cuma mau mengantar kiriman bunga dari Bapak Arga.? Katanya sambil menyodorkan seikat Bunga Mawar yang sangat indah. Aku baca tulisan di kertas kecil, terdapat tulisan ?Semoga aku mencintaimu lebih lagi di tahun ini.. (Arga)?
Aku menerimanya sambil melongo?
?Tapi.. tapi.. Bapak Arga telah hilang ..dan mungkin telah tewas dalam sebuah kecelakaan pesawat beberapa waktu lalu.. ? Kataku pada pengantar bunga itu setengah tidak percaya.
?Lho kok bisa ?? kata pengantar bunga itu. Kemudian dia mengambil HP dari saku dan menelepon atasannya. Mungkin dia ingin memastikan bahwa itu bukan bunga salah alamat atau kiriman orang iseng.
Agak lama dia menelepon. Aku juga tidak begitu jelas mendengar percakapannya dengan atasannya.
?Begini bu, ini memang benar-benar bunga dari Bapak Arga.? Pengantar bunga itu akhirnya berkata, ?Bapak Arga sendiri yang memesan bunga ini sekitar tiga bulan yang lalu, dan dia ingin agar bunga-bunga ini di antar pada tanggal 14 Februari?
Dia melanjutkan, ?Bapak Arga telah memesan sepuluh ikat bunga kepada kami, dia ingin kami mengantarkannya kepada anda setiap tahun pada tanggal 14 Februari, hingga 10 tahun ke depan. Bapak Arga juga telah menulis 10 kartu ucapan dengan kalimat-kalimat yang berbeda untuk diselipkan dalam setiap ikatan bunga pesanannya.?
Tiga bulan yang lalu.. setahuku itu adalah bulan saat kami menikah.
...
14 Februari 2007
Hari ini bunga mawar itu dikirim lagi oleh pengantar bunga itu. Aku tersenyum saat pengantar bunga itu menyodorkan bunga itu kepadaku.
Setelah meletakkannya di dekat foto mendiang suamiku, aku potong salah satu bunga itu, dan memegangkannya ke tangan mungil anak pertamaku. Bayi kecil lucu itu, yang mewarnai hari-hari indahku akhir-akhir ini.
?Ini nak.. ada bunga dari Bapak..? kataku lirih.
Aku sengaja memberinya nama ?Arga Samudra? ? sama persis dengan nama bapaknya, agar kelak dia punya kekuatan untuk mencintai, setulus bapaknya.
Faktor ?R?
Membaca sejumlah tulisan saya mengenai resep sukses, seorang kawan mengirimkan sandek alias sms ke telepon seluler saya. Bunyinya demikian : ”Halo Bung. Tulisan Anda seputar kiat sukses banyak menginspirasi saya. Akhirnya saya menyadari bahwa penting sekali memahami cara menyingkirkan keyakinan negatif, ketakutan berlebihan, dan kebiasaan yang menghambat perkembangan saya. Ibarat mengendarai mobil sambil menginjak rem, berbagai rintangan dapat memperlambat kemajuan saya. Saya perlu belajar melepaskan pedal rem, atau saya akan sering mengalami kehidupan sebagai perjuangan dan gagal mencapai impian hidup, cita-cita, atau target saya. Terima kasih sudah menyapa kehidupan saya. Teruslah menulis.” (Namanya sandek, kok malah panjangnya sampai 557 karakter, termasuk spasi. Mungkin namanya harus diubah menjadi sanjang alias pesan panjang hahahaha).
Wah, mendapat sandek yang demikian, kepala saya jadi agak membesar. Rupanya ada juga—tentu saja pasti ada—yang terinspirasi dengan gagasan-gagasan sederhana yang saya bagikan di berbagai forum dan media. Bagi seorang pembelajar sekolah kehidupan yang mendedikasikan sebagian hidupnya untuk menyebar harapan kepada banyak orang—lewat berbagai seminar, pelatihan, dan tulisan—tanggapan semacam itu sungguh seperti siraman air yang menyegarkan.
Kesegaran batin dari tanggapan kawan tersebut terutama bukanlah karena ia berterima kasih pada saya. Untuk hal yang satu ini, saya punya banyak pengalaman. Hampir dalam setiap kesempatan berbagi pesan-pesan kehidupan, sejumlah orang berterima kasih pada saya. Dan saya pun, dalam banyak kesempatan, berterima kasih kepada mereka atas undangan dan kesempatan menyampaikan pesan-pesan itu secara lisan maupun menyapa mereka lewat tulisan. Jadi, soal saling berterima kasih itu adalah hal biasa.
Kalau ada kawan-kawan yang agak berlebihan dalam menyampaikan terima kasihnya, saya tak jarang mengingatkan bahwa kalau mau jujur, dalam hidup ini kita menjadi murid dan guru sekaligus. Tidak benar bahwa saya sebagai narasumber, sebagai trainer, sebagai pembicara motivasi, sebagai fasilitator pembelajaran, atau sebagai penulis, selalu dalam posisi pengajar atau guru. Lewat proses mengajar, memotivasi, memandu proses pembelajaran, atau menulis, saya juga sekaligus belajar. Tidak benar kalau hanya orang-orang yang mendengarkan dan membaca tulisan saya saja yang belajar kepada saya. Saya pun, dengan cara saya, menarik pelajaran dari tanggapan-tanggapan mereka.
Ibarat setiap atasan yang membutuhkan bawahan dalam bekerja (atau sebaliknya), demikianlah pembicara dan penulis membutuhkan audiens pendengar dan pembacanya. Hubungan di antara keduanya bersifat resiprokal, timbal balik. Jadi, sangatlah wajar jika masing-masing menunjukkan rasa terima kasih dengan cara-cara tersendiri.
Yang menyegarkan batin saya dari sandek kawan satu ini bukan terima kasihnya, melainkan isi sandeknya yang merupakan resep sukses tersendiri.
Untuk mudahnya, resep sukses kali ini saya sebut Faktor R alias rem.
Faktor Rem ini mencakup tiga komponen penting, yakni : pertama, menyingkirkan keyakinan negatif; kedua, mengatasi ketakutan berlebihan; dan ketiga, membuang kebiasaan yang menghambat perkembangan. Ketiga komponen ini bersifat menghambat laju gerak langkah meraih sukses. Dan ketiga komponen ini biasanya justru saling terkait, saling terhubung, tidak berdiri sendiri.
Wah, mendapat sandek yang demikian, kepala saya jadi agak membesar. Rupanya ada juga—tentu saja pasti ada—yang terinspirasi dengan gagasan-gagasan sederhana yang saya bagikan di berbagai forum dan media. Bagi seorang pembelajar sekolah kehidupan yang mendedikasikan sebagian hidupnya untuk menyebar harapan kepada banyak orang—lewat berbagai seminar, pelatihan, dan tulisan—tanggapan semacam itu sungguh seperti siraman air yang menyegarkan.
Kesegaran batin dari tanggapan kawan tersebut terutama bukanlah karena ia berterima kasih pada saya. Untuk hal yang satu ini, saya punya banyak pengalaman. Hampir dalam setiap kesempatan berbagi pesan-pesan kehidupan, sejumlah orang berterima kasih pada saya. Dan saya pun, dalam banyak kesempatan, berterima kasih kepada mereka atas undangan dan kesempatan menyampaikan pesan-pesan itu secara lisan maupun menyapa mereka lewat tulisan. Jadi, soal saling berterima kasih itu adalah hal biasa.
Kalau ada kawan-kawan yang agak berlebihan dalam menyampaikan terima kasihnya, saya tak jarang mengingatkan bahwa kalau mau jujur, dalam hidup ini kita menjadi murid dan guru sekaligus. Tidak benar bahwa saya sebagai narasumber, sebagai trainer, sebagai pembicara motivasi, sebagai fasilitator pembelajaran, atau sebagai penulis, selalu dalam posisi pengajar atau guru. Lewat proses mengajar, memotivasi, memandu proses pembelajaran, atau menulis, saya juga sekaligus belajar. Tidak benar kalau hanya orang-orang yang mendengarkan dan membaca tulisan saya saja yang belajar kepada saya. Saya pun, dengan cara saya, menarik pelajaran dari tanggapan-tanggapan mereka.
Ibarat setiap atasan yang membutuhkan bawahan dalam bekerja (atau sebaliknya), demikianlah pembicara dan penulis membutuhkan audiens pendengar dan pembacanya. Hubungan di antara keduanya bersifat resiprokal, timbal balik. Jadi, sangatlah wajar jika masing-masing menunjukkan rasa terima kasih dengan cara-cara tersendiri.
Yang menyegarkan batin saya dari sandek kawan satu ini bukan terima kasihnya, melainkan isi sandeknya yang merupakan resep sukses tersendiri.
Untuk mudahnya, resep sukses kali ini saya sebut Faktor R alias rem.
Faktor Rem ini mencakup tiga komponen penting, yakni : pertama, menyingkirkan keyakinan negatif; kedua, mengatasi ketakutan berlebihan; dan ketiga, membuang kebiasaan yang menghambat perkembangan. Ketiga komponen ini bersifat menghambat laju gerak langkah meraih sukses. Dan ketiga komponen ini biasanya justru saling terkait, saling terhubung, tidak berdiri sendiri.
... baca selengkapnya di : http://goo.gl/OPzyRc
0 Comment to "Mawar Dari Surga"
Post a Comment