Monday 15 December 2014

Senja di Tepi Pantai


“Aku menyayangimu seperti halnya, aku menyayangi saudaraku, Ku tak kan Biarkan waktu dan Usia memisahkan persahabatan kita. Ku kan teriakan pada dunia bahwa kau adalah sahabat terbaikku”

Aku masih ingat awal aku bertemu dengan gadis berambut panjang, bermata belo, berbibir tipis dan kulit kuning langsat. Langit berwarna biru bersih, mentari pagi yang menghangatkan badan, kicauan burung yang merdu dan sejuknya alam, Menjadi saksi bisu pertemuan kita. Waktu itu hari kedua aku memasuki Masa Orientasi Siswa di SMP Bunda Citra, saat aku ingin memasuki halaman sekolah aku mendengar teriakan wanita dari seberang jalan SMP Bunda Citra “Hey kamu”, aku merasa teriakan itu tertuju padaku, saat aku menoleh aku melihat seorang gadis sedang mendekatiku di gerbang sekolah yaitu kamu. “Ini” Tiba tiba kau memberiku sebuah dompet berwarna hitam, aku merasa pernah memilikinya!
“Tadi saat kamu turun dari angkutan umum aku melihat dompetmu terjatuh, aku sudah memanggilmu sedari tadi tetapi kau tak menoleh sedikit pun” Jelasnya
“Ohh trimakasih banyak, kau baik sekali, maaf tadi aku tak mendengar kau memanggilku” aku berterimakasih padamu, kau hanya tersenyum manis padaku.
“Siapa namamu?” kau menjulurkan tangan kananmu dan bermaksud berkenalan denganku, Aku pun membalas tangan mungil yang jari jemarinya ramping dan lentik.
“Ikhlas Prasetya, dan namamu?” Jawabku
“Aku Kasih Anggraini” jawabmu “kau sekolah disini juga? murid baru ya?” katamu melanjutkan.
“Iya, sepertinya kau juga murid baru disini!” kataku.
“Wahh kebetulan sekali, berarti kita bisa sering bertemu donk, satu angkatan pula!” jawabmu riang.

Aku mengajakmu berjalan bersama, menyusuri lorong sekolah..
“Apakah kau sudah mendapatkan teman baru di sini?” Aku bertanya padamu.
“Sudah” jawabmu singkat.
“Siapa?” kataku yang senang mendengar jawabanmu dan sedikit penasaran.
“Kamu” jawabmu singkat dan tersenyum manis, senyuman paling indah yang belum pernah aku lihat dari siapapun.

Waktu terus berjalan dan tak terasa aku sudah bersahabat dengan Kasih hampir 3 tahun lamanya dari MOS SMP sampai kelulusan SMP. Hari ini, hari dimana kelulusan diumumkan, seragamku akan berubah menjadi putih abu-abu.

Aku melihat dari kejauhan anak-anak yang sedang bergerombol mengelilingi papan pengumuman, yang aku yakin itu hasil dari nilai ujian. Aku dan Kasih langsung berlari menghampiri kerumunan dan melihat apakah Nomor ujianku dan Kasih terpampang disitu yang artinya aku dan kasih lulus. Jantungku berdegup sangat kencang, keringatku bercucuran, nafasku terengah-engan, aku masih terus memburu nomor ujianku, jantungku terasa berhenti berdetak beberapa saat, tak lama kemudian, aku bersorak kegirangan disusul sorakan teman-temanku yang lain dan tentu juga Kasih, kami semua lulus. Lapangan penuh dengan anak-anak agkatanku yang berhambur dan mencoret-coret baju dengan Pilok, maupun spidol.

Merasa sudah puas dengan merayakan kelulusan di lapangan SMP Bunda Citra, aku mengajak Kasih menuju kantin, siang itu matahari sangat panas, panasnya membakar kulit, aku memesan es teh manis dan Kasih memesan Jus jeruk kesukaannya.

Aku mulai membuka pembicaraan, aku baru sadar sedari tadi Kasih hanya diam saja, matanya menerawang entah kemana.
“Kasih setelah ini kamu ingin melanjutkan ke SMA mana?” tanyaku.
“Aku takkan melanjutkan Sekolah lagi” jawabnya sambil merunduk.
Aku langsung tersendak mendengar jawaban Kasih.
“serius?, Pasti kau sedang bergurau kan? tak lucu gurauanmu itu” balasku
“Aku serius dan amat serius Ikhlas, kau tahu sendiri orang tuaku, ayahku baru saja di PHK, ibuku hanya penjual nasi uduk, aku puya 2 adik yang masih memerlukan pendidikan. Apakah biaya untuk menyekolahkanku cukup? Melihat keuangan keluargaku saja, aku sudah tak sanggup. Aku tak mau merepotkan mereka Ikhlas” jelas Kasih.
Hening beberapa saat, awan hitam mulai menutupi langit, matahari bersembunyi tepat saat aku melihat Kasih mulai menangis, miris memang melihat keadaan Kasih dan keluarganya yang hidup pas-pasan.
“Lalu bagaimana dengan cita-citamu yang ingin menjadi Penulis terkenal? apakah kau ingin mengurungkan cita-citamu dan membatasi pengetahuanmu? Kasih, kau ini termasuk perempuan pandai dan rajin, kau bisa mencari beasiswa untuk melanjutkan sekolah, Jangan biarkan uang menjadi penghambat cita-citamu Kasih” balasku.
Kali ini aku melihat kebimbangan di wajah kasih, kebimbangan yang baru aku lihat dari seorang Kasih yang selalu teguh terhadap pendiriannya.
“Demi semesta yang menghidupiku, Matahari yang menjadi pencerahku, aku amat tak suka jikalau aku harus menghentikan pendidikanku. Malang nian nasibku, tetapi apalah boleh buat, fikiranku sudah buntu ditutupi masalah ekonomi dan masa depanku yang tak tahu apa jadinya nanti” kata kasih yang mulai putus asa.
“Beasiswa? Aku tak pernah berfikir sejauh itu, aku tak pandai, sepandai yang kau fikirkan terhadapku Ikhlas. menulis?, oohh aku tak sanggup pula membayangkan jikalau aku harus mengurungkan niatku untuk menjadi seorang penulis” sambung Kasih.
“Kau sudah bisa menyimpulkan sendiri apa yang kau fikiran Kasih, kini tinggal kau yang menentukan mana yang akan kau pilih, kau belum pernah mencari beasiswa, setidaknya kau bisa mencobanya, aku ingin melihat Kasih yang kuat dan tak gampang rapuh oleh keputusasaan, aku ingatkan sekali lagi jangan biarkan uang menjadi penghambat cita-citamu, masih banyak jalan menuju Roma Kasih, Kau harus pula mengingat pepatah. Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian” balasku lagi.



Jam dinding di kamarku sudah menunjukan pukul 00:00 malam, Bulan semakin tinggi, Burung Hantu sudah terdengar suaranya, Kelelawar pun mulai keluar dari sarangnya, tetapi aku tak jua bisa tertidur, karena memikirkan pembicaraan aku dan Kasih siang tadi di kantin. Aku sungguh sedih melihat sahabatku ditutupi kebimbangan. Aku tahu sedari kecil ia memimpikan ingin bersekolah sampai sarjana dan kali ini dia harus menghadapi persoalan yang menjadi penyuram impiannya. Aku ingin melihat Kasih memakai toga dan menjadi penulis terkenal. Mengingat persahabatan yang aku jalin bersama Kasih selama ini, jahat sekali rasanya jika aku membiarkan dan tak melakukan apa-apa saat sahabatku mengalami kesulitan, Tetapi apa yang harus aku lakukan sekarang?



Aku amat beruntung memiliki sahabat seperti Ikhlas yang selalu memberikanku semangat dan kepercayaan. Aku tak ingin mengecewakan Ikhlas. Akupun ingin mengubah kehidupan keluargaku kelak, aku tak mau membiarkan diriku rapuh oleh keputusasaan. Benar kata Ikhlas masih banyak jalan menuju Roma. Baru sekecil ini masalahku masa iya aku sudah menyerah, sementara aku yakin di luar sana masih banyak orang yang lebih menderita dariku dan mereka selalu berusaha. Mungkin aku bisa memakai saran Ikhlas untuk mencari beasiswa dan aku bisa melanjutkan sekolahku tanpa merepotkan orang tua. Aku juga bisa bekerja sambilan sehabis pulang sekolah. Yahhh aku pasti bisa, Terimakasih Ikhlas karena kau selalu ada setiap aku membutuhkanmu.



Liburan panjang kali ini aku mengajak Kasih untuk menikmati indahnya Pantai di waktu senja, sambil menghilangkan sejenak beban fikiran yang aku dan Kasih rasakan.

Semerbak harum air laut merasuk ke dalam hidungku, angin yang menarik-narik rambuatku tak henti-hentinya mengeluh, mataku terus menerawang Pantai yang ada di depanku di temani mentari yang mulai tenggelam di tempatnya, sesekali ku melihat kawanan burung menuju pohon-pohon kelapa yang rimbun di pulau yang ada di bagian timur tempat aku dan Kasih duduk, entah pulau apa namanya. Buih-buih lembut air laut bergoyang di tabrak ombak dan menggelitik kakiku. Tak sengaja mataku mendapati Kasih yang disirami sisa-sisa cahaya mentari yang mulai menghilang, sungguh Elok rupa Kasih.

“Kasih tau kah kau bahwa ini adalah senja terbaik yang pernah aku rasakan seumur hidupku?” kataku sambil menggenggam tangan Kasih
“Entahlah, tapi aku mersakan hal yang sama sepertimu” Kasih membalasnya dengan tangan yang lebih dieratkan padaku
“Memandang agkasa luas, menghirup harum semerbak air laut, dan di temani oleh sahabatku, itu membuatku terbuai akan senja hari ini”
“tau kah kau Ikhlas? Aku menyayangimu seperti halnya, aku menyayangi saudaraku, Ku tak kan Biarkan waktu dan Usia memisahkan persahabatan kita. Ku kan teriakan pada dunia bahwa kau adalah sahabat terbaikku” ucap kasih dengan sungguh-sungguh.
Aku setengah ternganga mendengar perkataan Kasih, aku lalu tersenyum bahagia.
“hahaha… ada satu kejutan untukmu Ikhlas” kata kasih yang membuatku penasaran.
“kejutan apa? Kau membuatku penasaran, ayo cepat katakan” kataku
“hahaha… aku mengajukan Beasiswa untuk masuk ke SMA Negeri Unggulan, seantero negri ini.”
“Serius kau Kasih? Aku sungguh bahagia, amat bahagia jika itu memang benar” kataku yuag tak sedikit percaya
“Masa aku tega membohongimu, kau tak percaya padaku?” balas Kasih yang sedikit cemberut.
Aku tersenyum jahil padanya, ada sedikit senyum mengembang di ujung bibirnya. Lagi-lagi buih-buih air laut menggelitik kakiku, seakan merayuku untuk menikmati air laut saat senja, aku mendorong Kasih hingga ia sedikit terjungkal, setengah pakainnya basah. Aku berlari kecil membiarkan tanganku terbentang. Kutengok Kasih yang sedang berlari memburuku, aku terbahak melihatnya.

Tawaku dan tawanya terlebur menjadi satu, Deburan Ombak di karang, nyanyian para burung, dan angin yang berhembus, menjadi penerus setiap langkah yang aku lewati bersama Sahabatku, Kasih. Air di laut menjadi alur persahabatan yang aku dan Kasih jalani, takkan pernah Habis dimakan waktu.

... baca selengkapnya di : http://goo.gl/4S0S0R

Antara Aku, Tukang Cukur dan Tuhan 
 

Sudah panjang. Aku harus memotongnya. Aku langsung mengambil motorku dan pergi ke tukang cukur terdekat.

Kuhentikan motorku di depan toko itu. Tokonya sederhana, menggabung dengan rumah si tukang cukur. Cat warna hijau dengan jendela besar di depan toko itu yang ditulisi dengan cat warna merah, tulisannya adalah “POTONG RAMBUT. RAPI. MURAH. DIJAMIN PUAS”.

Aku langsung mengambil kunci motor dan berjalan masuk ke dalam. Ruangannya sederhana, tembok yang di cat senada dengan luarnya, meja dan kursi yang berwarna putih tanpa pemakai, alat-alat cukur lengkap dengan sisir bermacam-macam, ada yang kecil, ada juga yang besar. Ada yang warna hitam, sampai warna oranye pun ada.
Namun di sini sepi. Tidak ada pelanggan sama sekali, mungkin hanya musik dangdut yang dinyalakan si tukang cukur.

Sesaat aku melihat-lihat, tiba-tiba ada yang menepuk pundakku. Refleks aku langsung berbalik dan melihat sesosok pria hitam kurus berkumis dengan pakaian merah dan celana hitam. Lalu dia tersenyum kepadaku dan berkata, “Mau potong Mas?”. Aku mengangguk dan duduk di kursi putih. Kursi si pelanggan.
“Sepi, Mas?” Tanyaku sambil melihat bayangan si tukang cukur yang sedang mencari guntingnya lewat cermin di depanku ini. Cermin.
“Iya nih, Mas. Mungkin para pelanggan sudah bisa potong rambut sendiri.” Jawabnya sambil memasangkan kain plastik ke tubuhku.
“Mungkin ya, Mas.” Kataku dan bersiap-siap untuk dipotong rambutku. Saatnya untuk say goodbye pada rambut tersayang.
“Ini rambutnya mau diapain, Mas?” Tanyanya.
“Dirapiin aja, Mas.” Jawabku singkat. Si tukang cukur memulai ritual potong rambut dengan memotong rambut samping kananku, dan melanjutkannya dengan teliti dan penuh dengan Kesenian ala tukang cukur.
“Tuhan ternyata nggak ada, Mas.” Katanya secara tiba-tiba di tengah aku yang sedang asyik melihatnya yang ahli memotong rambutku.
“Maksud Mas?” Tanyaku bingung.
“Iya, Tuhan itu tidak ada.” Katanya sambil menatap mataku melewati perantara cermin.
“Kok bisa Mas bilang kayak begitu?” Tanyaku
“Kalau Tuhan itu ada, mengapa ada rakyat yang miskin, hidup menderita di pinggir jalan, meminta-minta. Iya, kan?” Jelasnya. Aku langsung diam. Hanya diam selama ritual ini berlangsung. Melihat kembali keahlian si tukang cukur.

... baca selengkapnya di : http://goo.gl/W8hTCB

Berteman dengan Kekurangan, Membangun Kepercayaan Diri
Setiap manusia mempunyai kekurangan sekaligus bakat, kemampuan dan keunikan tersendiri. Sayangnya, tak cukup banyak orang mempunyai kepercayaan diri dan hidup bahagia. Bagi saya, liputan seputar pesta pembukaan Paralympic ke 13 di Beijing-Cina bulan Agustus 2008 lalu memberi pelajaran berharga tentang bagaimana berteman dengan kekurangan dan pentingnya kepercayaan diri untuk meraih kebahagiaan.

Pembukaan acara tersebut diawali oleh aksi Hou Bin, yaitu seorang pemegang 3 medali emas lompat tinggi paralympic. Semula ia duduk di kursi rodanya. Dengan penuh percaya diri ia menarik tambang hingga posisi tubuhnya sedikit demi sedikit terangkat.

 
Sekali waktu ia mencoba istirahat. Sementara itu tepukan dan teriakan penonton semakin membahana untuk memberinya semangat. Perjuangan yang tak kenal lelah membuatnya sampai di ketinggian 40 meter dan berhasil menjalankan misinya menyalakan obor pembukaan Paralympic ke 13 Beijing 2008.

Sesudahnya acara diisi dengan tarian para penari tuna runggu. Diantara mereka ada seorang gadis kecil berusia 11 tahun. Li Yue, kakinya cacat tertimpa reruntuhan bangunan akibat gempa bumi di propinsi Sichuan 12 Mei 2008, menari dengan penuh semangat dan senyum yang terkembang indah.

Sekalipun hanya duduk di kursi roda, ia mencoba mengikuti alunan musik dengan tariannya. Li Yue kemudian berkata, ”Gempa bumi bisa menghancurkan tubuh badan saya, tapi ia tidak bisa membinasakan impianku. Saya akan terus menjadi seorang manusia yang penuh semangat juang!” Ucapan gadis kecil itu secara eksplisit menggambarkan rasa percaya diri yang luar biasa.

Ade Adepitan, seorang atlit paralympic asal Inggris, mengakui dirinya tak mudah mengagumi prestasi orang lain. Tetapi pada kesempatan tersebut dengan terbuka ia menyatakan bahwa hatinya begitu tersentuh oleh semangat Li Yue. “This is more than just sports. It’s about life, hope and not giving up. – Ini bukan sekedar olah raga. Ini tentang kehidupan, harapan dan tidak menyerah,” katanya.

Semua media yang meliput acara tersebut melontarkan pujian pada semangat kepada 4.200 atlet peserta olimpiade paralympic, karena cacat sama sekali tidak mengurangi kepercayaan diri mereka untuk menggali hal yang terbaik di dalam diri mereka sendiri. Mereka menularkan semangat kepada dunia untuk bangkit, melawan keterbatasan, dan berprestasi. Seorang pembawa acara dari sebuah stasiun televisi Perancis berkomentar, ”Inilah hadiah terindah dari China untuk dunia.”

Dari momen tersebut saya dapat merasakan bahwa penerimaan terhadap kekurangan dan kepercayaan diri mereka sangat penting untuk mencapai prestasi demi prestasi dan hidup lebih bahagia. Bagaimana dengan kita? Sebenarnya kita juga mempunyai kemampuan untuk menerima kekurangan diri kita sendiri dan memiliki kepercayaan diri. Tetapi seiring waktu berlalu dan beberapa hal, maka penerimaan dan rasa percaya diri itu mulai berkurang. Beberapa hal berikut ini mungkin dapat membantu Anda untuk berteman dengan kekurangan dan membangun kepercayaan diri.

Pertama, definisikan arti kesuksesan menurut versi Anda sendiri. Sebab rasa percaya diri berkaitan erat dengan konsep tentang arti kesuksesan. Konsep yang jelas tentang arti kesuksesan akan membantu Anda menemukan gambaran tentang beberapa hal yang Anda butuhkan atau langkah-langkah yang harus Anda lakukan.

Selanjutnya biasakan untuk selalu berpikir positif akan segala kelebihan dan kekurangan yang Anda miliki. Semakin positif yang Anda pikirkan, semakin positif pula hasil yang akan Anda dapatkan. Tidak ada yang lebih kuat dan kreatif dibandingkan dengan pikiran Anda.

Kemudian, milikilah visi, karena visi dapat meningkatkan energi dan semangat. Semakin besar energi dan semangat yang Anda miliki, semakin mudah meningkatkan rasa percaya diri dan kecintaan terhadap diri Anda. Umumnya orang-orang yang mencintai diri mereka selalu mempunyai visi dan tertantang untuk meningkatkan visi mereka.

Milikilah rasa syukur kepada Tuhan YME, bahwa Tuhan YME menciptakan segala sesuatu yang terbaik untuk setiap manusia dengan segala kekurangan dan kelebihan yang ia miliki. Jangan mengeluh, karena hidup adalah hadiah terindah dari Tuhan YME. Dengan demikian Anda akan dapat menerima kekurangan, dan merasa nyaman dengan diri Anda dengan segala keunikan yang tidak dimiliki orang lain.

Menerima kekurangan dan meningkatkan kepercayaan diri sangat bermanfaat untuk meningkatkan 4 hal, yaitu vitalitas, semangat, energi, dan kegigihan. Empat hal tersebut sangat kita perlukan untuk melakukan hal-hal positif untuk diri sendiri maupun orang lain. Jadi jangan pernah mengabaikan diri sendiri, karena bagaimanapun juga masing-masing diantara kita berhak hidup senang dan bahagia.

*Andrew Ho adalah seorang pengusaha, motivator, dan penulis buku-buku best seller.Kunjungi websitenya di : www.andrewho-uol.com

... baca selengkapnya di : http://goo.gl/O7OrLv 
 

Share this

Tag : , , ,

0 Comment to "Senja di Tepi Pantai"

Post a Comment