Seorang gadis kecil tinggal di suatu kota di Negara Indonesia. Dia mempunyai satu orang kakak perempuan dan kedua orang tua. Sekarang, gadis kecil itu menginjak kelas XII di SMA favorit di kotanya.
Suatu hari yang berbahagia, gadis kecil itu sedang memperhatikan seorang guru yang sedang menerangkan sesuatu di depan kelas. Setelah menerangkan sesuatu, guru itu bertanya kepada setiap murid tentang suatu hal termasuk pada gadis kecil itu.
“Fatimah, apa cita-citamu kelak?” Tanya Pak Guru.
“Saya tidak mempunyai cita-cita yang pasti seperti teman yang lainnya, Pak. Seperti dokter, insinyur, arsitektur, dan lain-lain. Tetapi saya memiliki tujuan hidup yang semaksimal mungkin harus saya lakukan. Tujuan itu adalah saya hidup hanya untuk ibadah kepada Allah, menjadi khalifah fil ard, dan kehidupan saya di dunia ini harus berguna untuk manusia. Itulah tujuan hidup saya. Apa pun profesi yang saya geluti nanti, saya akan menjalankannya dengan baik, yang penting profesi itu sesuai dengan kemampuan dan kecocokan saya dalam bidang tersebut dan tidak terlepas dari tujuan hidup saya.” jawab Fatimah.
“Jawaban yang bagus Fatimah, tapi kenapa Fatimah bisa memiliki tujuan hidup seperti itu? Tidak seperti teman yang lainnya yang mempunyai cita-cita setinggi langit?” tanya Pak Guru.
“Saya memang tidak punya cita-cita setinggi langit, tapi saya yakin, Pak. Saat saya memiliki tujuan hidup dan saya memaksimalkan usaha dan kemampuan yang saya punya, tanpa bermimpi atau menarget pasti hasilnya akan lebih baik. Mungkin saya bisa melebihi cita-cita teman saya yang setinggi langit yaitu menjadi seluas alam semesta.” jawab Fatimah.
“Wah, bagus kamu, Fath. Tak sangka ternyata di zaman seperti ini masih ada seorang remaja yang memliki pola pikir seperti itu.” Kata Pak Guru.
Bel berbunyi, tandanya waktu pulang tiba. Semua murid bersiap-siap untuk pulang. Fatimah tidak pulang, dia pergi ke tempat lesnya. Di tempat lesnya terpampang sebuah poster yang isinya menjelaskan tentang beasiswa untuk siswa yang kurang mampu, kalau siswa tersebut lolos dalam tahap-tahap penerima beasiswa, maka siswa tersebut dibebaskan biaya saat dia kuliah nanti. Fatimah tertarik dengan beasiswa itu, dia pikir jika dia diterima menjadi salah satu siswa penerima beasiswa pasti kedua orang tuanya akan tersenyum penuh dengan kebahagiaan. Fatimah pun menulis syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mengikuti beasiswa tersebut.
Suatu hari yang berbahagia, gadis kecil itu sedang memperhatikan seorang guru yang sedang menerangkan sesuatu di depan kelas. Setelah menerangkan sesuatu, guru itu bertanya kepada setiap murid tentang suatu hal termasuk pada gadis kecil itu.
“Fatimah, apa cita-citamu kelak?” Tanya Pak Guru.
“Saya tidak mempunyai cita-cita yang pasti seperti teman yang lainnya, Pak. Seperti dokter, insinyur, arsitektur, dan lain-lain. Tetapi saya memiliki tujuan hidup yang semaksimal mungkin harus saya lakukan. Tujuan itu adalah saya hidup hanya untuk ibadah kepada Allah, menjadi khalifah fil ard, dan kehidupan saya di dunia ini harus berguna untuk manusia. Itulah tujuan hidup saya. Apa pun profesi yang saya geluti nanti, saya akan menjalankannya dengan baik, yang penting profesi itu sesuai dengan kemampuan dan kecocokan saya dalam bidang tersebut dan tidak terlepas dari tujuan hidup saya.” jawab Fatimah.
“Jawaban yang bagus Fatimah, tapi kenapa Fatimah bisa memiliki tujuan hidup seperti itu? Tidak seperti teman yang lainnya yang mempunyai cita-cita setinggi langit?” tanya Pak Guru.
“Saya memang tidak punya cita-cita setinggi langit, tapi saya yakin, Pak. Saat saya memiliki tujuan hidup dan saya memaksimalkan usaha dan kemampuan yang saya punya, tanpa bermimpi atau menarget pasti hasilnya akan lebih baik. Mungkin saya bisa melebihi cita-cita teman saya yang setinggi langit yaitu menjadi seluas alam semesta.” jawab Fatimah.
“Wah, bagus kamu, Fath. Tak sangka ternyata di zaman seperti ini masih ada seorang remaja yang memliki pola pikir seperti itu.” Kata Pak Guru.
Bel berbunyi, tandanya waktu pulang tiba. Semua murid bersiap-siap untuk pulang. Fatimah tidak pulang, dia pergi ke tempat lesnya. Di tempat lesnya terpampang sebuah poster yang isinya menjelaskan tentang beasiswa untuk siswa yang kurang mampu, kalau siswa tersebut lolos dalam tahap-tahap penerima beasiswa, maka siswa tersebut dibebaskan biaya saat dia kuliah nanti. Fatimah tertarik dengan beasiswa itu, dia pikir jika dia diterima menjadi salah satu siswa penerima beasiswa pasti kedua orang tuanya akan tersenyum penuh dengan kebahagiaan. Fatimah pun menulis syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mengikuti beasiswa tersebut.
***
“Mah, tadi di tempat les Ade ngeliat poster beasiswa. Ade mau ikut beasiswa itu, syarat-syaratnya ini, diusahain besok udah ada. Nanti sama Ade syarat-syarat dan formulirnya dikasih ke tempat les.” kata Fatimah. “Emang beasiswa apa, Fath?” Tanya Mamah.
“Beasiswa bagi siswa yang tidak mampu, nanti kalau Ade lolos seleksi, Mamah enggak usah bayarin Ade kuliah.” jawab Ade sambil tersenyum.
“Ikutan aja, Fath. Biar Mamah yang ngumpulin syarat-syarat untuk beasiswanya. Kalau kamu nanti lolos, mamah sangat terbantu sekali.” kata Mamah. “Siap deh, Mah. Makasih ya, Mah.” Kata Fatimah sambil memeluk Mamahnya.
“Sama-sama, Fatimah sayang.” Kata Mamah.
***
Ada beberapa tahap untuk bias mendapatkan beasiswa itu. Tahap pertama adalah tes akademik I, tahap kedua adalah wawancara, dan tahap ketiga atau akhir adalah tes akademik II. Tahap pertama yaitu tes akademik I dilaksanakan di Ganesha (tempat dilaksankanannya setiap tahap beasiswa), banyak sekali siswa yang mengikuti beasiswa tersebut. Kurang lebih ada sembilan ratus orang yang mengikuti beasiswa itu. Fatimah menempati duduk di belakang, dengan persiapan tes yang kurang maksimal, Fatimah tetap berdoa agar diberikan kelancaran dan kemudahan oleh Allah dan diberikan hasil yang terbaik oleh Allah.
Tes akamedik I pun dimulai, semua siswa mengerjakan soal yang diberi oleh panitia. Satu menit, dua menit, tiga puluh menit, waktu berlalu begitu cepat.
“Waktu yang tersisa lima belas menit lagi.” kata panitia. Dan waktu untuk mengerjakan soal pun habis. Fatimah mengerjakan soal itu semampunya, semampu yang bisa dia kerjakan. Hasil yang nanti dia dapati, baik buruk maupun baik. Dia serahkan semuanya pada Allah.
***
Pengumuman siswa yang lolos beasiswa pun dibuka. Dengan cepatnya, Fatimah melihat hasilnya. Syukur Alhamdulillah, Fatimah lolos tahap pertama. Tak ada kata yang bisa Fatimah ucapakan selain ucapan terima kasih kepada Allah atas jalan yang Dia beri untuk Fatimah. Siswa yang lolos tahap pertama kurang lebih tiga ratus orang.
Siswa yang lolos tahap pertama, diminta untuk datang ke Ganesha untuk pendataan dan ada beberapa hal yang akan disampaikan kepada siswa yang lolos.
***
Semua siswa pun berkumpul di Ganesha pada hari yang telah ditentukan. Dalam pertemuan itu dijelaskan bahwa tahap kedua yaitu wawancara telah dilalui, mereka mewawancarai peserta melalui formulir yang diisi oleh peserta.
Tersisa satu tahap lagi untuk mendapatkan beasiswa tersebut, tahap ini adalah tes akademik II yang akan diselenggarakan berbarengan dengan gelombang kedua beasiswa tersebut. Pada bulan Desember, tahap ketiga ini akan dilaksanakan. Supaya para siswa mempunyai bekal ilmu yang cukup untuk tes akademik II, siswa diberi les gratis oleh Yayasan Ganesha dan salah satu tempat les di kota itu.
Para siswa diberi secarik kertas, di sana tertulis jadwal yang akan dipilih untuk les. Fatimah pun memilih hari-hari yang tidak bentrok dengan kegiatannya.
***
Saat itu Fatimah merasa bebannya mulai bertambah, dia harus meluangkan banyak waktu untuk belajar. Padahal sudah cukup baginya les sepulang sekolah yang dia lakukan dua kali seminggu. Entah mengapa hatinya tak menerima dirinya disibukkan oleh hal seperti itu. Dia lebih baik disibukkan dengan kerjaan organisasi atau disuruh pergi kesana kemari. Beban yang Fatimah rasakan saat ini membuat dirinya menjadi stres, akhirnya Fatimah pun jatuh sakit. Sangat jarang Fatimah sakit dua kali dalam satu bulan. Dia pun bingung, kenapa dirinya sakit lagi? Pada hari Minggu, Fatimah bertemu dengan seseorang yang suka memberinya solusi. Sebut saja orang itu Kakang. Fatimah pun menceritakan semua bebannya pada Kakang. Dengan bijak, Kakang memberikannya solusi.
“Tidaklah satu pun makhluk di dunia ini yang tidak diberi ujian oleh Allah. Semua yang terjadi di dunia ini sudah diatur oleh-Nya. Mungkin saja pandangan kita buruk terhadap suatu hal, tapi ternyata hal itu adalah hal yang baik bagi kita. Allah sudah merencanakan semua hal yang terbaik bagi kita. Janganlah kita selalu suudzan pada-Nya. Sekarang yang Fatimah alami adalah ketidaksukaan Fatimah disibukkan dengan banyaknya tambahan belajar di luar jam pelajaran sekolah. Namun mungkin dibalik ketidaksukaan itu, terdapat suatu hal yang baik bagi Fatimah. Sekarang yang perlu Fatimah lakukan adalah berbaik sangka kepada Allah, Dialah yang mengatur kehidupan kita, baik atapun buruknya hanya Dia yang tau. Pahamilah diri Fatimah bahwa Fatimah sedang berada ditempat yang mengharuskan Fatimah untuk selalu belajar. Mungkin ini juga salah satu doa Fatimah yaitu semoga selalu diberikan yang terbaik oleh-Nya. Mungkin inilah yang menurut-Nya terbaik untuk Fatimah saat ini. Setelah berbaik sangka, yakinkan pada diri Fatimah bahwa ini adalah kesempatan Fatimah untuk memaksimalkan kemampuan dan usaha yang Fatimah lakukan.
Teruslah berjuang untuk tujuan hidup yang telah Fatimah pilih. Jangan pernah Fatimah mengeluh akan suatu hal, karena itu tak ada gunanya. Tak ada bedanya kok, setelah atau sebelum Fatimah mengeluh akan suatu hal. Nah terus, sakit yang Fatimah alami sekarang bukan karena Fatimah cape melakukan suatu aktivitas. Tapi Fatimah lelah dengan perasaan Fatimah sendiri, Fatimah stress menghadapi ini semua. Itu bisa membuat seseorang atau Fatimah jadi sakit. Oleh karena itu, kendalikan stres itu. Kakang yakin, Fatimah pasti bisa. Semangat!”
Satu, dua, tiga tetes air mata mengalir di pipi Fatimah. Fatimah sadar semua hal yang dikatakan Kakang adalah benar. Kalaulah aku menjadi seorang yang mengeluh, apa gunanya juga?
Solusi yang Kakang berikan pada Fatimah membuat Fatimah menjadi lebih yakin bahwa ini bukanlah suatu beban tapi inilah jalan dan takdir Fatimah. Oleh karena itu, Fatimah harus memaksimalkannya.
***
Sekolah, les, dan les, itulah rutinitas yang Fatimah lakukan tiap harinya. Hari ini, ya, hari ini mungkin Fatimah sampai pada titik jenuh dia untuk belajar. Walau begitu, Fatimah tetap istiqomah untuk belajar dengan sungguh-sungguh dan memaksimalkan waktu yang ia punya untuk hal yang berguna, salah satunya yaitu untuk belajar.
***
Beberapa bulan kemudian, bulan Desember. Tahap ketiga atau akhir yaitu tes akademik II telah tiba. Fatimah telah duduk menunggu soal yang datang untuk dia isi. Soal pun dibagikan, Fatimah mengerjakan soal-soal itu dengan teliti dan cermat.
Beberapa jam setelah tes, hasil dari tahap ketiga itu dipampang di sebuah mading di Ganesha. Pada tahap ketiga ini hanya 150 orang yang lolos. Fatimah pun berburu dengan siswa lainnya untuk melihat hasil tahap ketiga.
“Fatimah Azzahrah LOLOS”
Rasa syukur dia panjatkan kepada Allah SWT, tak ada kata yang dia ucap selain Alhamdulillah. Hanya Allah yang dapat memberikan semua ini padanya.
***
Bulan Maret.
Tak terasa bulan yang ditunggu oleh para siswa se-Indonesia akhirnya datang juga. Setelah usaha yang telah mereka lakukan, belajar setiap hari agar dapat mengerjakan ujian nasional dengan lancar dan mereka akan merasakan hasilnya pada hari-hari ujian ini. Tetapi ada beberapa oknum yang mengandalakan kunci jawaban yang telah mereka beli sebelum UN dilaksanakan. Oknum tersebut membagikan kunci jawaban pada semua siswa termasuk Fatimah. Tetapi dengan keyakinan yang kuat Fatimah menolaknya.
“Fatimah ingin mengerjakan ujian ini dengan jujur, tanpa kecurangan sedikit pun. Bukan nilai atau kelulusan yang Fatimah diinginkan, tapi yang Fatimah inginkan adalah mental baja seorang pemuda Indonesia di masa mendatang. Bukan para pemuda yang bermental tempe yang tak siap mengahadapi dunia dan malah melakukan korupsi kecil-kecilan seperti ini.
Kalau kalian masih melakukan hal semacam ini, tak salah kok kalau negara kita tidak akan pernah maju. Kenapa? Karena pemuda penerus bangsanya sudah diajarkan sejak dini, bagaimana caranya untuk melakukan kecurangan atau korupsi?” kata Fatimah dengan nada yang tegas.
Semua oknum yang mendengar ucapan Fatimah seketika terdiam membisu, mereka sadar bahwa yang mereka lakukan adalah salah. Akhirnya, oknum penyebar kunci jawaban UN pun mengambil semua kertas kunci jawaban yang sudah ditulis oleh siswa dan membuangnya.
“Berlakulah adil pada diri kita sendiri, kita selalu mengeluh kalau ada pejabat yang korupsi, padahal secara tidak sadar kita pun melakukan korupsi kecil. Sudah cukup sampai sini kita menyontek dan melakukan kecurangan. Ayo kita maksimalkan kemampuan yang kita punya untuk mengisi soal-soal ujian ini. Buktikan bahwa kita bisa dengan kemampuan yang kita punya.” Kata salah satu oknum kepada teman-teman di kelas. Ujian Nasional pun dilaksanakan, semua siswa di ruangan Fatimah mengisi soal-soal ujian dengan jujur tanpa melakukan kecurangan sedikit pun seperti menyontek.
Hari-hari Ujian Nasional telah Fatimah lalui. Setelah Ujian Nasional, ada ujian berikutnya yang haru Fatimah lalui, ujian itu adalah PMBP ITB.
***
Beberapa hari setelah UN dilaksanakan. PMBP ITB (Penelusuran Minat Bakat Prestasi Institut Teknologi Bandung) sudah di depan mata.
Fatimah mencari tempat duduknya untuk melaksanakan PMBP ITB. Selama dua hari PMBP ITB dilaksanakan. Fakultas yang Fatimah pilih yaitu 3 diantaranya adalah FTI, FTTM, dan FITB. Tak ada yang bisa membantu Fatimah pada saat PMBP kecuali Allah. Fatimah selalu berdoa setelah solatnya.
“ Ya Allah, berilah petunjuk kepada hamba- Mu ini, berilah aku kelancaran dan kemudahan untuk menjalani perjalanan hidup di dunia. Berilah aku jalan terbaik menurut-Mu. Selamatkanlah aku di dunia maupun akhirat. Amin. ”
PMBP pun sudah Fatimah lewati. Walau semua ujian tulis telah Fatimah lalui, Fatimah tak hentinya belajar. Karena dia tak tahu apa yang akan terjadi di masa mendatang. Apakah dia diterima di ITB melalui jalur PMBP atau tidak? Yang tahu hanyalah Allah SWT.
***
Pengumuman PMPB pun dibuka, Fatimah membuka web ITB dan mengetikkan nama dan nomor peserta ujian pada halaman web tersebut. Setelah menunggu beberapa detik. Keluarlah hasil dari perjuangan seorang gadis kecil.
FATIMAH AZZAHRAH
Selamat Anda
DITERIMA
FTTM ITB
Sujud syukur, hal yang pertama kali dia lakukan setelah melihat hasil tersebut. Berterima kasih kepada Allah yang memberikan dia hasil yang membuat kedua orang tuanya tersenyum bahagia. Tidaklah satu makhluk di dunia ini yang tidak diberi ujian oleh Allah, hasil yang Fatimah dapati hari ini bukanlah kesenangan belaka. Tapi itu semua adalah sebuah ujian baru yang Allah berikan untuk Fatimah.
***
Beban, ya beban, sesuatu yang Fatimah anggap beban kali ini mulai berkurang. Tersisa satu pengumuman lagi yang Fatimah nanti. Itu adalah hasil Ujian Nasional. Tak terasa, hari pengumuman pun tiba. Sekolah mengirim hasil Ujian Nasional via pos ke setiap rumah. Surat itu pun sampai di rumah Fatimah. Perlahan Fatimah membuka isi surat itu. tertulis disana sebuah kata LULUS, tersenyumlah Fatimah.
***
“ Ya Allah, ya Rabb. Apakah semua ini adalah takdir yang terbaik yang engkau berikan padaku saat ini? Apakah ini jalan yang telah kau berikan agar aku tetap istiqomah pada tujuan hidupku? Jika iya, aku akan berusaha semaksimal mungkin dengan detik-detik terakhir yang aku punya agar aku bisa membuat bumi dan isinya menjadi lebih baik. Terima kasih atas segala yang telah Kau berikan kepadaku ya Allah, tanpa-Mu aku bukan apa-apa di dunia ini. SemogaEngkau selalu menuntun setiap langkah yang aku jalani. Amin. ”
“Mah, tadi di tempat les Ade ngeliat poster beasiswa. Ade mau ikut beasiswa itu, syarat-syaratnya ini, diusahain besok udah ada. Nanti sama Ade syarat-syarat dan formulirnya dikasih ke tempat les.” kata Fatimah. “Emang beasiswa apa, Fath?” Tanya Mamah.
“Beasiswa bagi siswa yang tidak mampu, nanti kalau Ade lolos seleksi, Mamah enggak usah bayarin Ade kuliah.” jawab Ade sambil tersenyum.
“Ikutan aja, Fath. Biar Mamah yang ngumpulin syarat-syarat untuk beasiswanya. Kalau kamu nanti lolos, mamah sangat terbantu sekali.” kata Mamah. “Siap deh, Mah. Makasih ya, Mah.” Kata Fatimah sambil memeluk Mamahnya.
“Sama-sama, Fatimah sayang.” Kata Mamah.
***
Ada beberapa tahap untuk bias mendapatkan beasiswa itu. Tahap pertama adalah tes akademik I, tahap kedua adalah wawancara, dan tahap ketiga atau akhir adalah tes akademik II. Tahap pertama yaitu tes akademik I dilaksanakan di Ganesha (tempat dilaksankanannya setiap tahap beasiswa), banyak sekali siswa yang mengikuti beasiswa tersebut. Kurang lebih ada sembilan ratus orang yang mengikuti beasiswa itu. Fatimah menempati duduk di belakang, dengan persiapan tes yang kurang maksimal, Fatimah tetap berdoa agar diberikan kelancaran dan kemudahan oleh Allah dan diberikan hasil yang terbaik oleh Allah.
Tes akamedik I pun dimulai, semua siswa mengerjakan soal yang diberi oleh panitia. Satu menit, dua menit, tiga puluh menit, waktu berlalu begitu cepat.
“Waktu yang tersisa lima belas menit lagi.” kata panitia. Dan waktu untuk mengerjakan soal pun habis. Fatimah mengerjakan soal itu semampunya, semampu yang bisa dia kerjakan. Hasil yang nanti dia dapati, baik buruk maupun baik. Dia serahkan semuanya pada Allah.
***
Pengumuman siswa yang lolos beasiswa pun dibuka. Dengan cepatnya, Fatimah melihat hasilnya. Syukur Alhamdulillah, Fatimah lolos tahap pertama. Tak ada kata yang bisa Fatimah ucapakan selain ucapan terima kasih kepada Allah atas jalan yang Dia beri untuk Fatimah. Siswa yang lolos tahap pertama kurang lebih tiga ratus orang.
Siswa yang lolos tahap pertama, diminta untuk datang ke Ganesha untuk pendataan dan ada beberapa hal yang akan disampaikan kepada siswa yang lolos.
***
Semua siswa pun berkumpul di Ganesha pada hari yang telah ditentukan. Dalam pertemuan itu dijelaskan bahwa tahap kedua yaitu wawancara telah dilalui, mereka mewawancarai peserta melalui formulir yang diisi oleh peserta.
Tersisa satu tahap lagi untuk mendapatkan beasiswa tersebut, tahap ini adalah tes akademik II yang akan diselenggarakan berbarengan dengan gelombang kedua beasiswa tersebut. Pada bulan Desember, tahap ketiga ini akan dilaksanakan. Supaya para siswa mempunyai bekal ilmu yang cukup untuk tes akademik II, siswa diberi les gratis oleh Yayasan Ganesha dan salah satu tempat les di kota itu.
Para siswa diberi secarik kertas, di sana tertulis jadwal yang akan dipilih untuk les. Fatimah pun memilih hari-hari yang tidak bentrok dengan kegiatannya.
***
Saat itu Fatimah merasa bebannya mulai bertambah, dia harus meluangkan banyak waktu untuk belajar. Padahal sudah cukup baginya les sepulang sekolah yang dia lakukan dua kali seminggu. Entah mengapa hatinya tak menerima dirinya disibukkan oleh hal seperti itu. Dia lebih baik disibukkan dengan kerjaan organisasi atau disuruh pergi kesana kemari. Beban yang Fatimah rasakan saat ini membuat dirinya menjadi stres, akhirnya Fatimah pun jatuh sakit. Sangat jarang Fatimah sakit dua kali dalam satu bulan. Dia pun bingung, kenapa dirinya sakit lagi? Pada hari Minggu, Fatimah bertemu dengan seseorang yang suka memberinya solusi. Sebut saja orang itu Kakang. Fatimah pun menceritakan semua bebannya pada Kakang. Dengan bijak, Kakang memberikannya solusi.
“Tidaklah satu pun makhluk di dunia ini yang tidak diberi ujian oleh Allah. Semua yang terjadi di dunia ini sudah diatur oleh-Nya. Mungkin saja pandangan kita buruk terhadap suatu hal, tapi ternyata hal itu adalah hal yang baik bagi kita. Allah sudah merencanakan semua hal yang terbaik bagi kita. Janganlah kita selalu suudzan pada-Nya. Sekarang yang Fatimah alami adalah ketidaksukaan Fatimah disibukkan dengan banyaknya tambahan belajar di luar jam pelajaran sekolah. Namun mungkin dibalik ketidaksukaan itu, terdapat suatu hal yang baik bagi Fatimah. Sekarang yang perlu Fatimah lakukan adalah berbaik sangka kepada Allah, Dialah yang mengatur kehidupan kita, baik atapun buruknya hanya Dia yang tau. Pahamilah diri Fatimah bahwa Fatimah sedang berada ditempat yang mengharuskan Fatimah untuk selalu belajar. Mungkin ini juga salah satu doa Fatimah yaitu semoga selalu diberikan yang terbaik oleh-Nya. Mungkin inilah yang menurut-Nya terbaik untuk Fatimah saat ini. Setelah berbaik sangka, yakinkan pada diri Fatimah bahwa ini adalah kesempatan Fatimah untuk memaksimalkan kemampuan dan usaha yang Fatimah lakukan.
Teruslah berjuang untuk tujuan hidup yang telah Fatimah pilih. Jangan pernah Fatimah mengeluh akan suatu hal, karena itu tak ada gunanya. Tak ada bedanya kok, setelah atau sebelum Fatimah mengeluh akan suatu hal. Nah terus, sakit yang Fatimah alami sekarang bukan karena Fatimah cape melakukan suatu aktivitas. Tapi Fatimah lelah dengan perasaan Fatimah sendiri, Fatimah stress menghadapi ini semua. Itu bisa membuat seseorang atau Fatimah jadi sakit. Oleh karena itu, kendalikan stres itu. Kakang yakin, Fatimah pasti bisa. Semangat!”
Satu, dua, tiga tetes air mata mengalir di pipi Fatimah. Fatimah sadar semua hal yang dikatakan Kakang adalah benar. Kalaulah aku menjadi seorang yang mengeluh, apa gunanya juga?
Solusi yang Kakang berikan pada Fatimah membuat Fatimah menjadi lebih yakin bahwa ini bukanlah suatu beban tapi inilah jalan dan takdir Fatimah. Oleh karena itu, Fatimah harus memaksimalkannya.
***
Sekolah, les, dan les, itulah rutinitas yang Fatimah lakukan tiap harinya. Hari ini, ya, hari ini mungkin Fatimah sampai pada titik jenuh dia untuk belajar. Walau begitu, Fatimah tetap istiqomah untuk belajar dengan sungguh-sungguh dan memaksimalkan waktu yang ia punya untuk hal yang berguna, salah satunya yaitu untuk belajar.
***
Beberapa bulan kemudian, bulan Desember. Tahap ketiga atau akhir yaitu tes akademik II telah tiba. Fatimah telah duduk menunggu soal yang datang untuk dia isi. Soal pun dibagikan, Fatimah mengerjakan soal-soal itu dengan teliti dan cermat.
Beberapa jam setelah tes, hasil dari tahap ketiga itu dipampang di sebuah mading di Ganesha. Pada tahap ketiga ini hanya 150 orang yang lolos. Fatimah pun berburu dengan siswa lainnya untuk melihat hasil tahap ketiga.
“Fatimah Azzahrah LOLOS”
Rasa syukur dia panjatkan kepada Allah SWT, tak ada kata yang dia ucap selain Alhamdulillah. Hanya Allah yang dapat memberikan semua ini padanya.
***
Bulan Maret.
Tak terasa bulan yang ditunggu oleh para siswa se-Indonesia akhirnya datang juga. Setelah usaha yang telah mereka lakukan, belajar setiap hari agar dapat mengerjakan ujian nasional dengan lancar dan mereka akan merasakan hasilnya pada hari-hari ujian ini. Tetapi ada beberapa oknum yang mengandalakan kunci jawaban yang telah mereka beli sebelum UN dilaksanakan. Oknum tersebut membagikan kunci jawaban pada semua siswa termasuk Fatimah. Tetapi dengan keyakinan yang kuat Fatimah menolaknya.
“Fatimah ingin mengerjakan ujian ini dengan jujur, tanpa kecurangan sedikit pun. Bukan nilai atau kelulusan yang Fatimah diinginkan, tapi yang Fatimah inginkan adalah mental baja seorang pemuda Indonesia di masa mendatang. Bukan para pemuda yang bermental tempe yang tak siap mengahadapi dunia dan malah melakukan korupsi kecil-kecilan seperti ini.
Kalau kalian masih melakukan hal semacam ini, tak salah kok kalau negara kita tidak akan pernah maju. Kenapa? Karena pemuda penerus bangsanya sudah diajarkan sejak dini, bagaimana caranya untuk melakukan kecurangan atau korupsi?” kata Fatimah dengan nada yang tegas.
Semua oknum yang mendengar ucapan Fatimah seketika terdiam membisu, mereka sadar bahwa yang mereka lakukan adalah salah. Akhirnya, oknum penyebar kunci jawaban UN pun mengambil semua kertas kunci jawaban yang sudah ditulis oleh siswa dan membuangnya.
“Berlakulah adil pada diri kita sendiri, kita selalu mengeluh kalau ada pejabat yang korupsi, padahal secara tidak sadar kita pun melakukan korupsi kecil. Sudah cukup sampai sini kita menyontek dan melakukan kecurangan. Ayo kita maksimalkan kemampuan yang kita punya untuk mengisi soal-soal ujian ini. Buktikan bahwa kita bisa dengan kemampuan yang kita punya.” Kata salah satu oknum kepada teman-teman di kelas. Ujian Nasional pun dilaksanakan, semua siswa di ruangan Fatimah mengisi soal-soal ujian dengan jujur tanpa melakukan kecurangan sedikit pun seperti menyontek.
Hari-hari Ujian Nasional telah Fatimah lalui. Setelah Ujian Nasional, ada ujian berikutnya yang haru Fatimah lalui, ujian itu adalah PMBP ITB.
***
Beberapa hari setelah UN dilaksanakan. PMBP ITB (Penelusuran Minat Bakat Prestasi Institut Teknologi Bandung) sudah di depan mata.
Fatimah mencari tempat duduknya untuk melaksanakan PMBP ITB. Selama dua hari PMBP ITB dilaksanakan. Fakultas yang Fatimah pilih yaitu 3 diantaranya adalah FTI, FTTM, dan FITB. Tak ada yang bisa membantu Fatimah pada saat PMBP kecuali Allah. Fatimah selalu berdoa setelah solatnya.
“ Ya Allah, berilah petunjuk kepada hamba- Mu ini, berilah aku kelancaran dan kemudahan untuk menjalani perjalanan hidup di dunia. Berilah aku jalan terbaik menurut-Mu. Selamatkanlah aku di dunia maupun akhirat. Amin. ”
PMBP pun sudah Fatimah lewati. Walau semua ujian tulis telah Fatimah lalui, Fatimah tak hentinya belajar. Karena dia tak tahu apa yang akan terjadi di masa mendatang. Apakah dia diterima di ITB melalui jalur PMBP atau tidak? Yang tahu hanyalah Allah SWT.
***
Pengumuman PMPB pun dibuka, Fatimah membuka web ITB dan mengetikkan nama dan nomor peserta ujian pada halaman web tersebut. Setelah menunggu beberapa detik. Keluarlah hasil dari perjuangan seorang gadis kecil.
FATIMAH AZZAHRAH
Selamat Anda
DITERIMA
FTTM ITB
Sujud syukur, hal yang pertama kali dia lakukan setelah melihat hasil tersebut. Berterima kasih kepada Allah yang memberikan dia hasil yang membuat kedua orang tuanya tersenyum bahagia. Tidaklah satu makhluk di dunia ini yang tidak diberi ujian oleh Allah, hasil yang Fatimah dapati hari ini bukanlah kesenangan belaka. Tapi itu semua adalah sebuah ujian baru yang Allah berikan untuk Fatimah.
***
Beban, ya beban, sesuatu yang Fatimah anggap beban kali ini mulai berkurang. Tersisa satu pengumuman lagi yang Fatimah nanti. Itu adalah hasil Ujian Nasional. Tak terasa, hari pengumuman pun tiba. Sekolah mengirim hasil Ujian Nasional via pos ke setiap rumah. Surat itu pun sampai di rumah Fatimah. Perlahan Fatimah membuka isi surat itu. tertulis disana sebuah kata LULUS, tersenyumlah Fatimah.
***
“ Ya Allah, ya Rabb. Apakah semua ini adalah takdir yang terbaik yang engkau berikan padaku saat ini? Apakah ini jalan yang telah kau berikan agar aku tetap istiqomah pada tujuan hidupku? Jika iya, aku akan berusaha semaksimal mungkin dengan detik-detik terakhir yang aku punya agar aku bisa membuat bumi dan isinya menjadi lebih baik. Terima kasih atas segala yang telah Kau berikan kepadaku ya Allah, tanpa-Mu aku bukan apa-apa di dunia ini. SemogaEngkau selalu menuntun setiap langkah yang aku jalani. Amin. ”
... baca selengkapnya di : http://goo.gl/9Ev7IL
Lelaki Tua yang Merindukan Bintang
“Ya, tapi entah kenapa untuk itu, Tuhan harus meminta tumbal!”
“Tumbal?”
—
Malam mengalun.
Lampu pijar menerang susah payah sebuah teras rumah sederhana. Pada sebuah amben reyot seorang lelaki tua dan perempuan tua duduk.
“Ceritakan padaku, apa yang kau lihat?” kata lelaki tua. Perempuan tua tua yang duduk di sampingnya memilin ujung baju abadinya, kebaya usang berwarna pudar.
“Tak ada,” kata perempuan tua. “Gelap saja.”
“Tak ada? Bulan tak ada? Bintang?” lelaki tua merasa tak yakin dengan jawaban yang ia dengar.
“Mestinya ada. Tapi mendung sekarang ini, langit gelap sekali.”
Lelaki tua terbatuk-batuk beberapa lama. Perempuan tua mengangsurkan padanya gelas berisi air teh pahit.
“Aku masih ingat,” lelaki tua kembali berkata-kata di antara sisa-sisa batuknya baru saja. “Dulu aku selalu melihat bintang sampai jauh malam. Bintang adalah makan malam. Tidak benar-benar mengusir rasa lapar, tapi bisa membuat aku melupakan rasa lapar.”
“Kau tadi mengunyah krowodan-mu. Kau tak sedang lapar lagi bukan?”
“Tidak, aku hanya bercerita saja. Dulu perutku lapar sepanjang malam, tapi jiwaku tidak. Sekarang ini mungkin lebih baik, tapi aku rindu kerlap-kerlip bintang dan terang bulan.” Lelaki tua mengelu-elus lututnya.
“Keadaan telah membuatku menjadi sedemikian tangguh untuk rasa lapar. Tapi untuk melupakan bintang yang telah menghiburku dari rasa lapar selama bertahun-tahun, aku merasa sangat lemah. Kau tahu, keadaanku sekarang memaksaku melupakan bintang, melupakan bulan…”
Perempuan tua diam. Ditatapnya lelaki tua yang telah hidup bersamanya puluhan tahun. Lelaki tua yang tangguh dan tak pernah mengeluh bersahabat dengan kemiskinan dan rasa lapar sejak dilahirkan.
Tapi sejak tirai dunia di matanya tertutup rapat-rapat oleh sebab yang sulit dimengerti, lelaki tua itu selalu mengeluh. Hampir setiap waktu.
Seperti malam ini, ia kembali menanyakan bintang, menanyakan bulan.
“Aku tahu, kau akan selalu merindukan bintang-bintang itu.”
“Hidup mengajariku untuk menjadi kuat meski rasa lapar seperti pakaian yang melekat. Tapi hidup tak pernah mengajarkan kepadaku cara melupakan rasa lapar dalam jiwa. Melupakan yang menenangkan jiwa, melihat bintang.” Kata lelaki tua dengan wajah mengarah jauh menembus kegelapan. Sepasang matanya yang disaput habis selaput putih mengerjap, meluruhkan begitu dalam perasaan perempuan tua di sampingnya.
“Tumbal?”
—
Malam mengalun.
Lampu pijar menerang susah payah sebuah teras rumah sederhana. Pada sebuah amben reyot seorang lelaki tua dan perempuan tua duduk.
“Ceritakan padaku, apa yang kau lihat?” kata lelaki tua. Perempuan tua tua yang duduk di sampingnya memilin ujung baju abadinya, kebaya usang berwarna pudar.
“Tak ada,” kata perempuan tua. “Gelap saja.”
“Tak ada? Bulan tak ada? Bintang?” lelaki tua merasa tak yakin dengan jawaban yang ia dengar.
“Mestinya ada. Tapi mendung sekarang ini, langit gelap sekali.”
Lelaki tua terbatuk-batuk beberapa lama. Perempuan tua mengangsurkan padanya gelas berisi air teh pahit.
“Aku masih ingat,” lelaki tua kembali berkata-kata di antara sisa-sisa batuknya baru saja. “Dulu aku selalu melihat bintang sampai jauh malam. Bintang adalah makan malam. Tidak benar-benar mengusir rasa lapar, tapi bisa membuat aku melupakan rasa lapar.”
“Kau tadi mengunyah krowodan-mu. Kau tak sedang lapar lagi bukan?”
“Tidak, aku hanya bercerita saja. Dulu perutku lapar sepanjang malam, tapi jiwaku tidak. Sekarang ini mungkin lebih baik, tapi aku rindu kerlap-kerlip bintang dan terang bulan.” Lelaki tua mengelu-elus lututnya.
“Keadaan telah membuatku menjadi sedemikian tangguh untuk rasa lapar. Tapi untuk melupakan bintang yang telah menghiburku dari rasa lapar selama bertahun-tahun, aku merasa sangat lemah. Kau tahu, keadaanku sekarang memaksaku melupakan bintang, melupakan bulan…”
Perempuan tua diam. Ditatapnya lelaki tua yang telah hidup bersamanya puluhan tahun. Lelaki tua yang tangguh dan tak pernah mengeluh bersahabat dengan kemiskinan dan rasa lapar sejak dilahirkan.
Tapi sejak tirai dunia di matanya tertutup rapat-rapat oleh sebab yang sulit dimengerti, lelaki tua itu selalu mengeluh. Hampir setiap waktu.
Seperti malam ini, ia kembali menanyakan bintang, menanyakan bulan.
“Aku tahu, kau akan selalu merindukan bintang-bintang itu.”
“Hidup mengajariku untuk menjadi kuat meski rasa lapar seperti pakaian yang melekat. Tapi hidup tak pernah mengajarkan kepadaku cara melupakan rasa lapar dalam jiwa. Melupakan yang menenangkan jiwa, melihat bintang.” Kata lelaki tua dengan wajah mengarah jauh menembus kegelapan. Sepasang matanya yang disaput habis selaput putih mengerjap, meluruhkan begitu dalam perasaan perempuan tua di sampingnya.
... baca selengkapnya di : http://goo.gl/9fmpLj
0 Comment to "Tujuan Hidup Seorang Gadis Kecil"
Post a Comment